Pengacara Ketenagakerjaan di Jakarta : Berpengalaman dan Profesional dalam Bekerja

Memahami Perhitungan Pesangon di Indonesia: Hak Pekerja Pasca UU Cipta Kerja
Pesangon merupakan hak penting bagi pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia. Aturan terkait perhitungan pesangon ini telah mengalami penyesuaian signifikan, terutama dengan berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023) dan adanya intervensi dari Mahkamah Konstitusi (MK). Memahami skema perhitungan ini penting bagi pekerja untuk mendapatkan haknya dan bagi pengusaha untuk memenuhi kewajibannya.
Artikel ini akan mengulas ketentuan terbaru mengenai perhitungan pesangon di Indonesia.
Komponen Pesangon Utama
Dalam konteks PHK, pesangon biasanya terdiri dari beberapa komponen utama. Perhitungan ini bergantung pada masa kerja karyawan dan alasan PHK itu sendiri.
Uang Pesangon (UP): Dihitung berdasarkan masa kerja, dengan jumlah tertentu untuk setiap tahun masa kerja.
Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK): Diberikan sebagai penghargaan atas loyalitas dan masa kerja karyawan.
Uang Penggantian Hak (UPH): Meliputi sisa cuti tahunan yang belum diambil, biaya perjalanan pulang ke tempat di mana pekerja diterima bekerja, dan lain-lain.
Perubahan Perhitungan Pesangon dalam UU Cipta Kerja dan Dampak Putusan MK
Undang-Undang Cipta Kerja awalnya membawa beberapa perubahan yang mengurangi jumlah pesangon yang diterima pekerja yang di-PHK. UU ini sempat menghapus uang penggantian hak (UPH) dan beberapa skema pesangon untuk kondisi tertentu, seperti PHK karena surat peringatan, peleburan perusahaan, perusahaan merugi/pailit, ahli waris pekerja meninggal, atau pekerja memasuki usia pensiun. Ketentuan mengenai uang penghargaan masa kerja untuk masa kerja 24 tahun atau lebih juga sempat dihapus.
Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 menjadi titik balik penting. MK menegaskan perlindungan terkait pesangon, khususnya pada Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK).
UPMK “Paling Sedikit”: MK memutuskan bahwa Pasal 156 ayat (2) UU Cipta Kerja harus dimaknai “paling sedikit”. Ini berarti bahwa jumlah UPMK yang diatur dalam undang-undang adalah batas minimum yang harus dibayarkan, bukan batas maksimum.
Pengembalian Nilai Perhitungan: Putusan ini mengembalikan nilai perhitungan pesangon sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).
Penghidupan Layak: MK juga menegaskan bahwa penghidupan layak bagi kemanusiaan, yang merupakan hak setiap pekerja, termasuk penghasilan yang memenuhi kebutuhan hidup wajar pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar.
Keputusan MK ini menunjukkan upaya yudisial untuk mempertahankan standar kompensasi yang adil bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan, memastikan bahwa fleksibilitas yang diusung UU Cipta Kerja tidak mengorbankan hak-hak fundamental pekerja.
Faktor yang Mempengaruhi Perhitungan Pesangon
Perhitungan pesangon tidaklah seragam. Beberapa faktor yang akan sangat mempengaruhi besaran yang diterima meliputi:
Masa Kerja Pekerja: Semakin lama masa kerja, semakin besar potensi jumlah pesangon.
Alasan PHK: Alasan PHK, seperti efisiensi, penggabungan perusahaan, atau pelanggaran berat, akan mempengaruhi besaran pesangon yang dibayarkan berdasarkan tabel perhitungan yang ditetapkan.
Regulasi yang Berlaku: Selalu mengacu pada undang-undang dan peraturan pemerintah terbaru, serta putusan MK yang relevan.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB): Jika ada PKB di perusahaan, ketentuan pesangon di dalamnya tidak boleh lebih kecil dari ketentuan undang-undang.
Pentingnya Bantuan Hukum dalam Perhitungan Pesangon
Perhitungan pesangon bisa menjadi kompleks, terutama dengan adanya interpretasi dan perubahan hukum terbaru. Baik pekerja maupun pengusaha seringkali membutuhkan kejelasan.
Bagi Pekerja: Memastikan perhitungan pesangon sesuai hak dan tidak ada komponen yang terlewat.
Bagi Pengusaha: Memastikan perhitungan dilakukan secara akurat dan sesuai hukum untuk menghindari sengketa di kemudian hari.
Jika Anda membutuhkan bantuan dalam memahami perhitungan pesangon atau menghadapi perselisihan terkait hal tersebut, berkonsultasi dengan pengacara ketenagakerjaan Jakarta Selatan adalah langkah yang sangat dianjurkan. Mereka dapat memberikan analisis mendalam dan membimbing Anda melalui proses hukum.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai layanan hukum terkait ketenagakerjaan, Anda bisa menghubungi 0812 9655 3714 atau mengunjungi rzalawfirm.com.
[25/6, 21.33] Rifky Simpati: Memahami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia: Perlindungan Pekerja Pasca UU Cipta Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah isu sensitif dalam hubungan industrial. Di Indonesia, regulasi terkait PHK telah mengalami perubahan signifikan, terutama dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 6 Tahun 2023) dan serangkaian putusan penting dari Mahkamah Konstitusi (MK). Memahami kerangka hukum ini krusial bagi pekerja maupun pengusaha.
Artikel ini akan mengulas perubahan kunci, implikasi, dan pentingnya bantuan hukum dalam proses PHK.
Alasan PHK yang Diperluas Pasca UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja memperluas alasan sah bagi pengusaha untuk melakukan PHK. Alasan-alasan tersebut meliputi:
Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan.
Efisiensi, baik dengan atau tanpa penutupan usaha karena kerugian.
Penutupan usaha karena kerugian selama 2 tahun berturut-turut.
Force majeure.
Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) atau pailit.
Proses PHK: Kembali Diperketat oleh Putusan MK
Awalnya, UU Cipta Kerja cenderung mempermudah proses PHK. Namun, Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 secara signifikan mengembalikan perlindungan bagi pekerja dalam proses PHK.
Perundingan Bipartit Wajib: MK menegaskan bahwa perundingan bipartit terkait PHK harus dilakukan secara musyawarah mufakat.
Putusan Inkrah dari PHI: Jika perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, PHK baru bisa dilakukan setelah memperoleh keputusan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pengadilan Hubungan Industrial – PHI).
Kewajiban Berlanjut: Kewajiban pengusaha dan pekerja satu sama lain tetap berlaku hingga selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap.
Perubahan ini berarti perselisihan PHK tidak lagi dapat diselesaikan secara sepihak oleh pengusaha. MK memperkenalkan ambang batas yang lebih tinggi untuk PHK, mengurangi potensi pemecatan sewenang-wenang, dan menyediakan jalur yang lebih jelas untuk penyelesaian sengketa.
Hak Pesangon: Perlindungan Kembali Ditegaskan
Ketentuan awal UU Cipta Kerja mengurangi jumlah pesangon yang diterima pekerja yang di-PHK. Namun, Putusan MK kembali menegaskan perlindungan terkait pesangon.
Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK): MK memutuskan bahwa UPMK harus dimaknai “paling sedikit,” bukan batas maksimum. Ini mengembalikan nilai perhitungan pesangon sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Penghidupan Layak: MK juga menegaskan bahwa penghidupan layak bagi kemanusiaan, yang merupakan hak setiap pekerja, termasuk penghasilan yang memenuhi kebutuhan hidup wajar pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar.
Mengapa Bantuan Hukum Penting dalam Kasus PHK?
Proses PHK, terutama setelah Putusan MK, menjadi lebih kompleks dan memerlukan pemahaman hukum yang mendalam. Baik pekerja maupun pengusaha memerlukan panduan yang jelas.
Bagi Pekerja: Memastikan hak-hak pesangon dan prosedur PHK dipenuhi sesuai hukum.
Bagi Pengusaha: Memastikan proses PHK dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku untuk menghindari sengketa dan sanksi.
Jika Anda terlibat dalam kasus PHK dan membutuhkan panduan atau representasi hukum, berkonsultasi dengan pengacara ketenagakerjaan Jakarta Selatan adalah langkah bijak. Mereka dapat menganalisis kasus Anda, menyusun strategi hukum yang efektif, dan melindungi hak-hak Anda.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai layanan hukum terkait ketenagakerjaan, Anda bisa menghubungi 0812 9655 3714 atau mengunjungi rzalawfirm.com.
Tinggalkan Balasan